SUMENEP - Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler di Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, JawaTimur, disinyalir menjadi lahan basah Kepala Sekolah.
Pasalnya, sejumlah sekolah tidak ada yang memampang transparansi anggaran BOS di papan informasi untuk diakses oleh masyarakat.
Padahal, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mewajibkan sekolah untuk mempublikasikan laporan penggunaan dana BOS di papan pengumuman sekolah.
Dengan demikian para murid dan orang tua murid dapat mengetahui dan mengawasi realisasi penggunaan dana.
"Kami buat kondisi dipasang di papan pengumuman sekolah, jadi orang tua, murid-murid, bisa melihat. Seperti, beli proyektor mana proyektornya, bisa Chek dan Balance, " ujar Nadhiem pada saat pertemuan di Kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, satu tahun silam.
Meski begitu, sejumlah sekolah di Pulau Sapudi, tidak ada yang meng-indahkan intruksi yang digalakkan oleh Kemendikbud.
Menurut Keterangan salah satu Operator SD di Kecamatan Gayam, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan bahwa yang mengetahui alur realisasi dana BOS itu hanya kepala sekolah, sebab kata dia, dirinya hanya diminta untuk menginput sesuai dengan intruksi Kepala Sekolah, sedangkan di papan informasi tidak disuruh dipasang.
"Saya hanya diminta menginput ke RKAS Mas, tidak tahu secara mendetail prihal itu, " ujarnya, Rabu, (13/10/2021).
Selanjutnya, pada saat ditanya prihal penggunaan dana BOS untuk apa saja, dia hanya mengaku digunakan untuk keperluan sekolah, namun, tidak diperinci kegunaannya untuk apa saja.
Selanjutnya, Ia juga menambahkan bahwa terkait dana bos juga digunakan untuk honorarium guru honorer, walaupun hanya sebagian yang digunakan.
"Iyah gaji honorer memang di amblil dari dana Bos, tapi hanya sebagian saja yang digunakan, " imbuhnya.
Dari hasil pantauan awak media di lapangan, sejumlah sekolah di Pulau Sapudi, disinyalir banyak yang mengalokasikan dana BOS, untuk kepentingan yang menjadi larangan permendikbud.
Salah satunya seperti, penggunakan dana BOS untuk kegunaan prasarana sekolah dengan kategori kerusakan sedang dan berat , pengadaan seragam untuk Guru / Murid yang sifatnya untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan inventaris sekolah.
Bahkan, juga ada dugaan pengadaan inventaris sekolah yang dinilai fiktif alias tak berwujud.
Kendati begitu, membuat salah satu Aktivis Sosial, Tim investigasi Pemantau Keuangan Negara (PKN) Kabupaten Sumenep, yang mendapati tugas di Kepulauan Sapudi, Saudara Mas'udi, SE angkat bicara.
Menurut Mas'udi, dia mengatakan bahwa sejauh dirinya melakukan investigasi dilapangan, ada beberapa hal yang mengganjal terkait dengan alokasi dana BOS reguler yang ada pada sejumlah sekolah di Pulau Sapudi.
Dia menerangkan, sejumlah sekolah yang ia datangi tidak pernah mentransparansikan alokasi dana BOS.
Bahkan Menurut dia, disampaikan melalui sharing dengan beberapa guru kelas di beberapa Sekolah Dasar, tentang pengelolaan dana BOS, ternyata sedikit banyak hanya diketehui oleh Kepala Sekolah, Bendahara dan Operator Sekolah.
Sehingga, kata dia, mark up penggunaan dana Bos di Sekolah Wilayah Kepulauan Sapudi, sudah tidak menjadi hal yang tabu, untuk menjadi perbincangan para aktivis.
"Saya akan terus melakukan pendalaman isu terkait dengan desas-desus dana BOS, terutama bersama teman-teman media, sehingga mudah untuk mengontrol aliran keuangan negara yang tersalur melalui lembaga pendidikan, " ungkapnya.
Tidak hanya itu, dari informasi yang dirinya himpun, bahkan dia juga menduga sejumlah Kepala Sekolah di Pulau Sapudi, sedang memasrahkan RKAS kepada salah satu oknum Operator untuk menghendel seluruhnya.
Termasuk juga penggarapan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), sejumlah Kepala Sekolah diduga memilih membayar dengan nominal jutaan rupiah kepada unsur lain (pihak ketiga diluar sekolahnya), untuk menyelesaikan laporan tersebut.
"Sejauh ini, isu tersebut mulai mencuat, sehingga kami akan terus menelusuri dugaan kuat penyelewengan dana BOS, yang dapat merugikan Negara, " ujar mantan Aktivis PMII Probolinggo itu.
Lebih jauh dia menilai, yang rawan disalahgunakan adalah 50 persen untuk belanja keperluan sekolah. Biasanya kata dia, modusnya rata-rata sama, pengadaan barang fiktif, atau minimal di Mark up.
"Sementara 50 persen bisa saja digunakan untuk kepentingan gaji guru honorer, jika guru honorernya sedikit, berarti larinya kembali lagi ke pengadaan keperluan sekolah, " pungkasnya.
Bukan hanya itu, dirinya juga menekan pihak pengawas, komite sekolah, dan lemga kontrol lainnya, terutama Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, untuk mengawal dengan baik kauangan negara yang tersalur melalui lembaga pendidikan. Karena kata dia, hal itu sebagai upaya untuk meningkatkanan efektivitas dan kenyamanan belajar mengajar siswa di sekolah.
Diketahui, untuk besaran dana BOS sendiri, dihitung dari jumlah peserta didik di Sekolah yang terdaftar di Dapodik dan jenjang pendidikan, berikut rinciannya.
- Sekolah Dasar (SD), Rp 900.000 - Rp 1.960.000
- Sekolah Menengah Pertama (SMP), Rp 1.100.000 - Rp 2.480.000
- Sekolah Menengah Atas (SMA), Rp 1.500.000 - Rp 3.470.000
- Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Rp 1.600.000 - Rp 3.720.000
- Sekolah Luar Biasa (SLB), Rp 3.500.000 - Rp 7.940.000
Untuk besarannya sendiri tergantung diferensiasi yang afirmatif yaitu dihitung berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Di Tahun 2021 Pemerintah juga melakukan perubahan terkait penggunaan dana BOS yaitu dengan memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mempergunakan dana BOS.
Ketentuan tersebut tentu akan membuat pihak sekolah lebih leluasa dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran. Meski begitu, dana BOS yang salurkan hanya dapat digunakan untuk keperluan sekolah bukan keperluan pribadi.
Berikut 14 penggunaan dana BOS yang dilarang dilakukan oleh sekolah, yaitu:
1. Menyimpan dana BOS dengan tujuan untuk dibungakan
2. Dana BOS dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membeli software pelaporan keuangan BOS Reguler atau software sejenis.
4. Menyewa aplikasi pendataan PPDB online.
5. Membiayai kegiatan yang bukan menjadi prioritas sekolah.
6. Membiayai kegiatan dengan mekanisme iuran.
7. Membeli pakaian yang bukan untuk keperluan sekolah.
8. Digunakan untuk melakukan rehabilitasi sedang dan berat.
9. Membangun gedung atau ruangan baru.
10. Membeli saham.
11 . Membiayai kegiatan yang sudah dibayarkan secara penuh oleh Pemerintah.
12. Melakukan penyelewengan penggunaan dana BOS.
13. Bertindak sebagai distributor pembelian buku.
14. Membiayai kegiatan yang diselenggarakan di luar dinas pendidikan.
Dari 14 point larangan tersebut, tim media akan terus menginventarisir isu lebih lanjut, sebagai control terhadap penerapan Permendikbud di lingkup sekolah Wilayah Kepulauan Sapudi. (Qq).